Minggu, 10 November 2013

Perdebatan tentang SHALAT SUNNAH TASBIH


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 10)

J. Shalat sunnah Tasbih
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, “Ya ‘Abbas, ya paman, maukah kamu aku beri, maukah kamu aku kasih, maukah kamu aku beri hadiah, maukah kamu aku beri sepuluh hal ?. Jika engkau melakukannya, maka Allah mengampuni dosa-dosamu yang awwal maupun yang akhir, yang lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang besar maupun yang kecil, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh hal itu adalah engkau shalat empat rekaat, engkau baca pada tiap-tiap rekaat dengan Al-Fatihah kemudian surat. Apabila telah selesai membaca pada awwal rekaat, lalu engkau membaca dalam keadaan berdiri, “Subhaanallooh, wal hamdu lillaah, walaa ilaaha illallooh, walloohu akbar“ (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar), sebanyak lima belas kali. Kemudian
kamu ruku’ dan membacanya dalam keadaan ruku’ sepuluh kali. Lalu kamu mengangkat kepala (i’tidal) dan membacanya sepuluh kali. Lalu kamu sujud dan membacanya dalam sujud sepuluh kali. Lalu kamu duduk antara dua sujud dan membacanya sepuluh kali. Lalu kamu sujud dan membacanya dalam sujud sepuluh kali. Lalu kamu bangun dari sujud dan membacanya sepuluh kali, yang demikian itu berarti berjumlah tujuh puluh lima kali pada setiap rekaat. Kamu lakukan yang demikian itu dalam empat rekaat. Jika kamu mampu melakukannya setiap hari sekali maka lakukanlah, jika tidak mampu maka pada setiap jum’at sekali, apabila tidak mampu maka sebulan sekali dan jika tidak mampu maka setahun sekali, dan jika tidak mampu maka dalam seumur hidup sekali. [Abu Dawud juz 2, hal. 29, no. 1297]


Keterangan :
Tentang shalat Tasbih ini memang ada beberapa riwayat, adapun yang paling kuat adalah riwayat di atas, yaitu dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas. Mengenai sanad hadits tersebut ada seorang perawi yang dipermasalahkan, yakni Musa bin ‘Abdul ‘Aziz. Mengenai Musa bin ‘Abdul ‘Aziz ini Abul Fadl As-Sulaimani mengatakan : ia munkarul hadits. ‘Ali bin Madini mengatakan : Ia dlaif. Namun Nasai mengatakan : Laisa bihi ba’sun (ia tidak mengapa), Yahya bin Ma’in mengatakan : Laa araa bihi ba’san (saya memandang ia tidak mengapa). [Lihat Mizaanul i’tidal juz 4, hal. 212, no. 8893]

Kesimpulan :
Hadits mengenai shalat tasbih ini tentang keshahihannya masih diperselisihkan, sehingga ada ulama’ yang mau menerima hadits tersebut, dan ada pula yang tidak mau menerimanya, walloohu a’lam. 

(Bersambung ke Bagian 11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar