Minggu, 10 November 2013

HADIST SHALAT SUNNAH HAJAT


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 12)
L. Shalat sunnah Hajat
“Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau kepada salah seorang dari Bani Adam, maka hendaklah ia berwudlu dan memperbagus wudlunya, lalu shalat dua rekaat. Kemudian (setelah selesai shalat) ia memuji Allah, lalu membaca shalawat atas Nabi SAW, lalu ia membaca (yang artinya) Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridlai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang
Maha Pengasih dari semua Pengasih.
[HR. Tirmidzi juz 1, hal. 297, Abu ‘Isa (Tirmidzi) berkata : Ini adalah hadits gharib. Di dalam sanadnya ada pembicaraan, (karena) Faid bin Abdur Rahman, dilemahkan haditsnya. Faid adalah Abul Warqaa’]

TATA CARA SHALAT SUNNAH KHUSUF/KUSUF : Shalat saat terjadi gerhana


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 11)
K. Shalat sunnah Kusuf/shalat sunnah Khusuf.
Kusuf/Khusuf ialah istilah yang diberikan untuk shalat sunnah di waktu terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan. Bilangan raka'at dan cara pelaksanaannya :
- Shalat kusuf/khusuf ini utamanya dilaksanakan di masjid secara berjama'ah dan dengan khutbah sesudah shalat.
- Shalat gerhana ini tanpa adzan dan iqamah; tetapi hanya panggilan, misalnya "Ash-Sholaatu Jaami'ah" (Mari kita berkumpul untuk shalat)
- Shalat sunnah ini dikerjakan sebanyak 2 raka'at dengan bacaan jahr.
- Pada tiap-tiap raka'at mengandung 2 ruku' dan 2 sujud dengan cara sebagai berikut :
1. Takbiratul Ihram, 2. Membaca doa iftitah, 3. Membaca ta'awwudz, 4. Membaca Basmalah, 5. Membaca Al-Fatihah, 6. Membaca Amin, 7. Membaca Surat/Ayat Al-Qur'an, 8. Ruku' dan membaca tasbih ruku', 9. I'tidal (berdiri tegak kembali), 10. Membaca Surat/Ayat Al-Qur'an (tangan bersedekap seperti semula), 11. Ruku' dan membaca tasbih ruku', 12. I'tidal (berdiri tegak kembali), 13. Sujud dan membaca tasbih sujud, 14. Duduk antara dua sujud, 15. Sujud kedua. Kemudian berdiri untuk raka'at yang kedua. Pada raka'at kedua dikerjakan seperti raka'at yang pertama tadi, mulai dari urutan nomor 4, dan seterusnya, 16, Duduk Attahiyyat dengan membaca tasyahhud dan shalawat, 17. Salam.

Perdebatan tentang SHALAT SUNNAH TASBIH


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 10)

J. Shalat sunnah Tasbih
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, “Ya ‘Abbas, ya paman, maukah kamu aku beri, maukah kamu aku kasih, maukah kamu aku beri hadiah, maukah kamu aku beri sepuluh hal ?. Jika engkau melakukannya, maka Allah mengampuni dosa-dosamu yang awwal maupun yang akhir, yang lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang besar maupun yang kecil, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh hal itu adalah engkau shalat empat rekaat, engkau baca pada tiap-tiap rekaat dengan Al-Fatihah kemudian surat. Apabila telah selesai membaca pada awwal rekaat, lalu engkau membaca dalam keadaan berdiri, “Subhaanallooh, wal hamdu lillaah, walaa ilaaha illallooh, walloohu akbar“ (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar), sebanyak lima belas kali. Kemudian
kamu ruku’ dan membacanya dalam keadaan ruku’ sepuluh kali. Lalu kamu mengangkat kepala (i’tidal) dan membacanya sepuluh kali. Lalu kamu sujud dan membacanya dalam sujud sepuluh kali. Lalu kamu duduk antara dua sujud dan membacanya sepuluh kali. Lalu kamu sujud dan membacanya dalam sujud sepuluh kali. Lalu kamu bangun dari sujud dan membacanya sepuluh kali, yang demikian itu berarti berjumlah tujuh puluh lima kali pada setiap rekaat. Kamu lakukan yang demikian itu dalam empat rekaat. Jika kamu mampu melakukannya setiap hari sekali maka lakukanlah, jika tidak mampu maka pada setiap jum’at sekali, apabila tidak mampu maka sebulan sekali dan jika tidak mampu maka setahun sekali, dan jika tidak mampu maka dalam seumur hidup sekali. [Abu Dawud juz 2, hal. 29, no. 1297]

Memohon Petunjuk dengan SHALAT SUNNAH ISTIKHARAH


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 9)
I. Shalat sunnah Istikharah.
Shalat sunnah Istikharah ialah shalat sunnah yang dilakukan ketika hendak mengerjakan sesuatu pekerjaan yang penting untuk memohon petunjuk ke arah kebaikan. Boleh dikerjakan pagi, siang, maupun malam Shalat istikharah ini 2 raka'at dan dengan dibaca sirr (suara lembut).
Dalil pelaksanaannya :
Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada kami istikharah dalam urusan-urusan penting sebagaimana beliau mengajarkan Al-Qur'an kepada kami. Beliau bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian akan mengerjakan suatu perkara hendaklah ia shalat 2 raka'at yang bukan shalat fardlu, kemudian hendaklah berdoa "Alloohumma innii astakhiiruka ..... dst" dan hendaklah ia sebutkan hajatnya". [HR. Bukhari 2 : 51]

Sabtu, 09 November 2013

SHALAT SUNNAH THAHUR


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 8)
H. Shalat sunnah Thahur
Shalat sunnah Thahur ialah shalat sunnah dua raka'at yang dikerjakan sehabis wudlu, dan dengan sirr (tidak nyaring).

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda kepada Bilal ketika selesai shalat Shubuh, "Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang paling besar dan memberi harapan yang telah kamu kerjakan di dalam Islam. Karena aku mendengar suara sandalmu di hadapanku di dalam surga". Bilal menjawab, "Tak ada suatu amal yang banyak memberikan harapan selain daripada aku tidak berwudlu dengan sesuatu wudlu, baik di waktu malam maupun siang, melainkan aku mengerjakan shalat dengan wudlu itu dengan shalat yang ditetapkan untukku (yaitu dua raka'at sunnah Thahur)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 48].

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal ketika selesai shalat Shubuh, “Hai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang paling besar manfaatnya dan memberi harapan yang telah kamu kerjakan di dalam Islam. Karena tadi malam (aku bermimpi) mendengar suara sandalmu di hadapanku di surga”. Bilal menjawab, “Tidak ada suatu amal yang banyak memberikan manfaat dan harapan di dalam Islam selain daripada aku tidak wudlu dengan wudlu yang sempurna di waktu malam maupun siang melainkan aku mengerjakan shalat dengan wudlu itu dengan shalat yang Allah tetapkan untukku (yaitu 2 rekaat shalat sunnah thahur)”. [HR.Muslim juz 4, hal. 1910]

(Bersambung ke Bagian 9)

SHALAT SUNNAH DLUHA


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 7)
G. Shalat sunnah Dluha
Shalat sunnah Dluha ialah : Isthilah yang diberikan untuk shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu Dluha.

Bilangan raka'at dan cara pelaksanaannya :
- Dua raka'at hingga delapan raka'at (dua raka'at lalu salam, dua raka'at lalu salam dan seterusnya)
- Dengan suara sirr (suara lembut).

Dalil-dalil pelaksanaan :
Telah berkata Abu Hurairah, “Kekasih saya (Nabi Muhammad SAW) telah berwashiyat kepada saya dengan tiga perkara yaitu : 1. Puasa tiga hari tiap-tiap bulan. 2. Shalat Dluha dua raka'at, dan 3. Shalat witir sebelum tidur”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 247]

Dari Mu’adzah bahwasanya ia bertanya kepada ‘Aisyah RA, “Berapa raka’at Rasulullah SAW shalat dluha ?”. Jawab Aisyah, “Empat raka'at dan kadang-kadang beliau menambah dengan beberapa yang beliau kehendaki”. [HSR. Muslim juz 1, hal. 497]

Dari ‘Abdur Rahman bin Abu Laila, ia berkata : Tidak ada seseorang yang mengkhabarkan kepadaku bahwa ia melihat Nabi SAW shalat Dluha kecuali Ummu Hani’. Sesungguhnya ia berkata, “Bahwasanya Nabi SAW masuk ke rumahnya pada waktu Fathu Makkah, kemudian beliau shalat Dluha delapan raka'at, saya tidak pernah melihat beliau shalat yang lebih ringan dari pada itu, namun beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya”. [HR. Muslim juz 1, hal. 497]

Dari Abu Dzarr, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Setiap pagi, tiap-tiap ruas sendi seseorang diantara kalian ada sadaqahnya. Maka setiap tasbih itu sadaqah, setiap tahmid itu sadaqah, setiap tahlil itu sadaqah dan setiap takbir itu sadaqah, amar ma’ruf itu sadaqah, nahi munkar itu sadaqah, dan mencukupi yang demikian itu dengan shalat Dluha dua rekaat”. [HR. Muslim juz 1, hal. 498]

Dari Buraidah, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Dalam diri manusia itu ada 360 persendian, yang ia harus bersadaqah untuk tiap-tiap persendian itu”. Para shahabat bertanya, “Lalu siapa orang yang mampu mengerjakan yang demikian itu, ya Rasulullah ?”. Beliau bersabda, “Engkau menanam dahak yang berada di masjid (itu merupakan sadaqah), atau engkau menyingkirkan gangguan yang ada di jalan (itu merupakan sadaqah), jika kamu tidak mampu, maka mengerjakan shalat Dluha dua rekaat itu mencukupi bagimu”. [HR. Ahmad juz 9, hal. 20, no. 23059]

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang shalat Dluha dua belas rekaat, Allah akan membangunkan untuknya istana emas di surga”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 439, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Musa bin Anas, ia majhul]

Keterangan :
Hadits yang menerangkan shalat Dluha 12 rekaat ini dla’if, maka tidak bisa diamalkan.

(Bersambung ke Bagian 8)

SHALAT SUNNAH ISTISQA' : MEMOHON HUJAN



Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 6)

F. Shalat sunnah Istisqa'
Shalat sunnah istisqa' ialah shalat sunnah yang dikerjakan untuk memohon hujan dikala lama tidak turun hujan. Cara pelaksanaan dan bilangan raka'atnya :

Cara pelaksanaannya ada dua macam :
a. Bersama-sama ke tanah lapang, berpakaian sederhana dan dengan merendahkan diri serta penuh rasa harap kepada Allah SWT. Kemudian diadakan khutbah dan berdoa dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi. Lalu berpaling menghadap Qiblat dengan tetap berdoa. Setelah itu shalat dua raka'at dengan suara nyaring (jahr).
b. Bila dilakukan pada hari Jum'ah, maka cukup dengan berdoa ketika khutbah Jum'ah, yaitu : "Ya Allah berilah kami hujan". X 3. Atau dengan lafadh :
"Ya Allah berilah kami hujan". X 3.

Dalil-dalil pelaksanaannya :
Dari 'Aisyah RA, ia berkata : Orang-orang telah datang mengadu pada Rasulullah SAW tentang tidak adanya hujan. Maka Rasulullah SAW memerintahkan agar diadakan mimbar, lalu mereka menyediakannya di tanah lapang tempat shalat. Dan Rasulullah SAW menentukan satu hari untuk manusia berkumpul di tempat itu. ‘Aisyah melanjutkan ceritanya : Maka pada hari yang ditentukan, Rasulullah SAW keluar pada waktu matahari terbit; kemudian beliau berdiri di mimbar, lalu bertakbir dan memuji Allah 'Azza wa Jalla. Setelah itu beliau bersabda, "Sesungguhnya kalian mengadu kekeringan dan kelambatan hujan daripada waktu yang biasa, sedang Allah 'Azza wa Jalla telah memerintahkan agar kalian memohon kepada-Nya dan Dia menjanjikan akan memperkenankan permohonan kalian". Kemudian beliau berdoa, "Al-hamdu lillaahi Robbil 'aalamiin .... dst".
(Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Raja di hari pembalasan. Tidak ada Tuhan yang layak disembah melainkan Allah. Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Ya Tuhan, Engkaulah Allah yang tidak ada Tuhan melainkan Engkau, Yang Maha Kaya dan kamilah yang sangat membutuhkan(Mu), turunkanlah atas kami hujan dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan untuk kami kekuatan dan bekal hingga satu masa). Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya dan tetap demikian itu sehingga kelihatan putih kedua ketiaknya. Setelah itu beliau berpaling membelakangi orang ramai dan membalikkan atau memindahkan selendangnya, lalu beliau tetap mengangkat kedua tangannya, kemudian beliau menghadap kepada khalayak ramai, lalu beliau turun dari mimbar dan shalat dua raka'at". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 304].

Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari Jum'at dari pintu arah Darul Qadla’, ketika itu Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Lalu ia menghadap Rasulullah SAW sambil berdiri dan berkata, "Ya Rasulullah, telah binasa hewan-hewan dan terputus perjalanan. Mohonkanlah agar Allah memberi hujan kepada kami". Anas berkata : Maka Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dan berdoa, "Alloohumma aghitsnaa, Alloohumma aghitsnaa, Aloohumma aghitsnaa". (Ya Allah, berilah kami hujan. X 3 ) [HR. Muslim juz 2, hal. 612]

Dari Anas bin Malik, ia menceritakan : Pada suatu hari Jum’at ada seorang laki-laki masuk ke masjid dari pintu yang berhadapan dengan mimbar ketika Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Orang itu berdiri di hadapan Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, hewan-hewan ternak telah binasa dan jalan-jalan terputus, karena itu mohonlah kepada Allah agar Dia menurunkan hujan untuk kita”. Anas berkata : Rasulullah SAW lalu mengangkat dua tangan beliau dan berdoa, “Alloohummasqinaa, Alloohummasqinaa, Alloohummasqinaa, (Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami)”. Anas berkata : Demi Allah, (sebelumnya) kami tidak melihat sedikitpun awan di langit maupun gumpalan mendung, tidak ada dari (balik) sebuah rumahpun antara kami dan bukit Sala’. Anas berkata : Tetapi tiba-tiba kami lihat awan naik dari belakang bukit seperti
perisai, setelah berada di tengah langit, awan itu terus menyebar dan kemudian hujan pun turun. Anas berkata : Demi Allah, kami tidak dapat melihat matahari selama enam hari. Kemudian pada hari Jum’at berikutnya pada waktu Rasulullah SAW sedang berdiri berkhutbah ada seorang laki-laki datang dari pintu itu juga menghadap kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, telah binasa harta benda dan telah putus jalanjalan, karena itu berdoalah kepada Allah agar Dia menghentikan hujan”. Anas berkata : Rasulullah SAW lalu mengangkat kedua tangan beliau, kemudian berdoa, “Ya Allah, turunkanlah (hujan ini) di sekitar kami dan janganlah di atas kami. Ya Allah, turunkanlah di bukit-bukit, di gunung-gunung, di belukar-belukar, di lembah-lembah dan tempat-tempat pepohonan”. Anas berkata : Kemudian hujan pun berhenti, dan kami dapat keluar berjalan di bawah sinar matahari. Syarik berkata : Aku bertanya kepada Anas, “Apakah laki-laki itu orang yang dulu juga ?”. Jawab Anas, “Aku tidak tahu”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 16]

(Bersambung ke Bagian 7)

SHALAT SUNNAH (BA'DIYAH) JUM'AH


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 5)


E. Shalat sunnah (ba'diyah) Jum'ah
Bila dikerjakan di masjid, 4 raka'at (2 raka'at salam, 2 raka'at salam). Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian shalat Jum'ah, maka hendaklah shalat sesudah itu 4 raka'at". [HR Muslim juz 2, hal. 600].

Bila dikerjakan di rumah, 2 raka'at. Dari ‘Abdullah bin 'Umar bahwasanya Rasulullah SAW dahulu shalat sebelum Dhuhur dua raka’at dan sesudahnya dua raka’at, dan sesudah Maghrib dua raka’at di rumahnya, dan sesudah ‘Isyak dua raka’at. Dan beliau tidak shalat sesudah Jum’at melainkan setelah pulang, beliau lalu shalat dua raka’at. [HR. Bukhari juz 1, hal. 225].

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, bahwasanya dia apabila selesai shalat Jum’at, lalu
pulang, kemudian shalat dua reka’at di rumahnya. Kemudian ia berkata,
“Dahulu Rasulullah SAW melakukan yang demikian itu”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 358, no. 1130]

Keterangan :
Shalat sunnah sesudah Jum'ah, Nabi SAW mengerjakannya 2 raka'at di rumahnya. Sedang menurut hadits yang pertama shalat ba'diyah Jum'ah itu 4 raka'at, maka ini bisa diambil suatu pengertian bahwa yang 4 raka'at itu dikerjakan di masjid.

(Bersambung ke Bagian 6)

SHALAT SUNNAH INTIDHAR


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 4)


D. Shalat sunnah Intidhar
Shalat sunnah intidhar ialah : Shalat sunnah yang dikerjakan sebelum imam naik ke mimbar/sebelum adzan pada hari Jum'at.
Waktunya : Sejak masuk masjid di hari Jum'at hingga imam naik ke mimbar/adzan diserukan.

Cara pelaksanaan dan bilangan raka'atnya :
Dua raka'at dengan satu salam, dengan sirr (suara yang lembut) dan tidak terbatas bilangan raka'atnya, boleh dikerjakan menurut kemampuan dan kehendak masing-masing. Sabda Nabi SAW :
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa mandi di hari Jum'at kemudian datang ke shalat Jum’at, lalu shalat seberapa ia mampu, kemudian diam sehingga khatib selesai berkhutbah, lalu shalat bersama imam, niscaya diampuni dosanya antara dua Jum'at dan tiga hari sesudahnya. [HR. Muslim 2 : 587].

(Bersambung ke Bagian 5)

APA DAN BAGAIMANA SHALAT TAHIYYATUL MASJID



Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 3)


C. Shalat sunnah tahiyyatul masjid
Shalat Sunnah Tahiyyatul Masjid ialah : Istilah yang diberikan bagi shalat sunnah ketika memasuki sebuah masjid/musholla/langgar dan dikerjakan sebelum duduk.

Cara pelaksanaannya :
Dua raka'at dan dengan bacaan sirr (tidak nyaring) Dalil pelaksanaannya : Dari Abu Qatadah RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah ia duduk sebelum shalat dua raka'at”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 51]

Dan juga :
Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Ada seorang laki-laki masuk masjid ketika Rasulullah SAW sedang berkhutbah pada hari Jum'at. Kemudian beliau bertanya, “Apakah kamu sudah shalat ?”. Orang tersebut menjawab, “Belum”. Beliau bersabda, “Berdirilah, dan shalatlah dua rekaat”. [HSR. Muslim juz 2, hal. 596]

Demikian pula :
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : Sulaik Al-Ghathafaaniy datang ke masjid pada hari Jum’at lalu duduk, pada waktu itu Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Lalu beliau bersabda, “Hai Sulaik, berdirilah, shalatlah 2 rekaat, dan ringankanlah”. Kemudian beliau bersabda lagi, “Apabila seseorang diantara kalian datang (ke masjid) pada hari Jum'at, dan ketika itu imam sedang berkhutbah, maka hendaklah ia shalat dua raka'at dengan ringan”. [HSR. Muslim juz 2, hal. 597]

(Bersambung ke Bagian 4)

SHALAT SUNNAH RAWATIB YANG TIDAK MUAKKADAH


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 2)

B. Shalat sunnah rawatib yang tidak muakkadah
1. Dua raka’at sebelum shalat Maghrib :
Dari Abdullah (bin Mughoffal) Al Muzaniy, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Shalatlah Qabliyah Maghrib”. Dan beliau bersabda yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau”. Karena beliau tidak suka orang menjadikannya suatu keharusan. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]

Anas bin Malik berkata :
Dahulu di zaman Nabi SAW, kami shalat dua raka’at setelah matahari tenggelam sebelum shalat Maghrib”. Lalu aku (Mukhtar bin Fulful) bertanya kepadanya, “Apakah Rasulullah SAW melakukan shalat itu ?”. (Anas) menjawab, “Beliau melihat kami melakukan shalat itu, dan beliau tidak menyuruh kami dan tidak pula melarang". [HR. Muslim juz 1, hal. 573]

2. Dua raka’at sesudah (Ba'diyah) Dhuhur :
Dari ‘Anbasah bin Abu Sufyan, ia berkata, aku mendengar saudara perempuanku Ummu Habibah istri Nabi SAW, berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa tetap mengerjakan empat raka’at sebelum Dhuhur dan empat raka’at sesudah Dhuhur, niscaya Allah mengharamkan dia masuk neraka”. [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 269]

Keterangan :
Shalat sunnah sesudah Dhuhur (Ba'diyah Dhuhur) itu empat raka’at, dua raka’at Muakkadah dan dua raka’at yang lain tidak Muakkadah.

3. Shalat sunnah sebelum ‘Ashar
Dari ‘Ali AS, bahwasanya dahulu Nabi SAW shalat dua raka’at sebelum shalat ‘Ashar. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 23, no. 1272]
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati orang yang mengerjakan shalat sunnah empat raka’at sebelum ‘Ashar”. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan Ibnu Khuzaimah, dan ia menshahihkannya, dalam Bulughul Maram no. 382]

Keterangan :
Hadits tentang shalat sunnah qabliyah ‘Ashar empat raka’at ini ada ulama yang menganggap hasan atau mengesahkannya. Namun ada pula yang melemahkannya. Bahkan Ibnu Taimiyah menolaknya dengan keras dan menganggap hadits itu maudlu’, walloohu a’lam. [Zaadul Ma’aad juz 1, hal. 311]

4. Shalat sunnah sesudah ‘Ashar :
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Demi Allah, beliau tidak pernah meninggalkan shalat 2 raka’at sehingga beliau bertemu dengan Allah dan beliau tidak bertemu dengan Allah Ta’ala sehingga beliau terasa berat melakukan shalat. Dan beliau sering melakukan shalatnya dengan duduk, yakni shalat 2 raka’at sesudah ‘Ashar, dan Nabi SAW biasa mengerjakan shalat 2 raka’at sesudah ‘Ashar itu tidak di dalam masjid, karena takut akan memberatkan ummatnya dan beliau senang terhadap sesuatu yang membuat ringan bagi ummatnya”. [HR. Bukhari 1 : 146]

Dari Ummu Salamah RA, ia berkata : Nabi SAW pernah shalat dua raka’at sesudah ‘Ashar, lalu beliau bersabda, “Orang-orang dari suku ‘Abdul Qais telah menyibukkan aku dari shalat dua raka’at sesudah Dhuhur”. [HR. Bukhari 1 : 146]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW melarang shalat ba’da ‘Ashar sehingga terbenam matahari, dan melarang shalat ba’da Shubuh sehingga terbit matahari. [HR. Muslim 1 : 566, Bukhari 1 : 146]

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Disisiku Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan (shalat) dua raka’at sesudah ‘Ashar”. [HR. Muslim 1 : 572, Bukhari 1 : 146]

Keterangan :
1.      Ibnu ‘Abbas, ‘Abdur Rahman bin Azhar dan Miswar bin Makhromah pernah menyuruh Kuraib (bekas budak Ibnu ‘Abbas) untuk datang kepada ‘Aisyah menanyakan tentang dua raka’at sesudah shalat ‘Ashar, karena mereka itu pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW melarang untuk melakukannya. Setelah Kuraib datang kepada ‘Aisyah, kemudian ‘Aisyah mengarahkan supaya ia menanyakan kepada Ummu Salamah. Ummu Salamah menjawab, “Aku pernah mendengar Nabi SAW melarangnya, kemudian aku melihat beliau mengerjakannya. Kemudian aku menyuruh seorang jariyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi SAW”. Kemudian jawab Nabi SAW, “Tadi beberapa orang kaum ‘Abdul Qais datang kepadaku membicarakan tentang kaumnya yang masuk Islam, sehingga mereka menyibukkanku dari mengerjakan dua raka’at sesudah Dhuhur. Dan (dua raka’at) yang saya lakukan sesudah ‘Ashar ini adalah (gantinya) dua raka’at sesudah Dhuhur itu. [Ringkasan hadits riwayat Muslim 1 : 571]
2.      ‘Aisyah berkata, “Disisiku Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan dua raka’at sesudah ‘Ashar”. [HR. Muslim juz 1, hal. 572, Bukhari juz 1, hal. 146]

Kesimpulan :
a. Nabi SAW pernah melarang shalat sesudah shalat ‘Ashar.
b. Nabi SAW mengerjakan dua raka’at sesudah ‘Ashar pada mulanya sebagai ganti dua raka’at sesudah Dhuhur yang tidak sempat beliau kerjakan, kemudian shalat dua raka’at sesudah ‘Ashar tersebut menjadi kebiasaan beliau yang tidak pernah beliau tinggalkan.

Catatan :
Shalat sunnah rowatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum (qobliyah) atau sesudah (ba'diyah) shalat lima waktu. Sedang yang dimaksud Muakkadah ialah yang sangat ditekankan atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

(Bersambung ke Bagian 3)

SHALAT SUNNAH RAWATIB YANG MUAKKADAH


Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (Bagian 1)

A. Shalat sunnah rawatib yang muakkadah
Shalat sunnah rowatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum (qobliyah) atau sesudah (ba'diyah) shalat lima waktu. Sedang yang dimaksud Muakkadah ialah yang sangat ditekankan atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Shalat-shalat tersebut adalah :
1. Dua atau empat raka’at sebelum shalat Dhuhur
2. Dua raka’at sesudah shalat Dhuhur
3. Dua raka’at sesudah shalat Maghrib
4. Dua raka’at sesudah shalat 'Isya
5. Dua raka’at sebelum shalat Shubuh.

Dalil-dalil Pelaksanaannya :
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Saya hafal (ingat dengan betul) dari Nabi SAW sepuluh raka’at shalat sunnah; dua raka’at sebelum shalat Dhuhur dan dua raka’at sesudahnya, dan dua raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau dan dua raka’at sesudah 'Isya di rumah pula dan juga dua raka’at sebelum shalat Shubuh’”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]

Dari 'Aisyah RA bahwa Nabi SAW tidak meninggalkan empat raka’at sebelum shalat Dhuhur dan dua raka’at sebelum Shubuh. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Tidak ada Nabi SAW memperhatikan shalat-shalat Sunnah lebih dari pada dua raka’at Fajar”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 52]

Dari Hafshah, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila terbit Fajar, beliau tidak shalat melainkan dua raka’at yang ringan”. [HR Muslim juz 1,hal. 500]

Keutamaan shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah fajar
Dari Ummu Habibah istri Nabi SAW, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiada orang Muslim yang setiap hari shalat Sunnah dua belas raka’at karena Allah, melainkan Allah akan membuatkan baginya rumah di surga atau dibuatkan rumah baginya di surga”. [HR. Muslim juz 1, hal. 503]

Dari Aisyah RA dari Nabi SAW beliau bersabda, “Dua raka’at Fajar itu lebih baik dari pada dunia seisinya”. [HR. Muslim juz 1, hal. 501]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits dan riwayat-riwayat lain yang semakna.

(Bersambung ke Bagian 2)

TATA CARA MENGERJAKAN SHOLAT SUNNAH


Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwasanya ada seorang Arab gunung yang rambutnya acak-acakan datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, shalat apa yang difardlukan oleh Allah kepadaku ?”. Jawab Rasulullah SAW, “Shalat lima waktu, kecuali kalau engkau mau shalat sunnah”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 225]

Keterangan :
Selain shalat yang lima waktu [Shubuh, Dhuhur, 'Ashar, Maghrib dan 'Isyak], ada shalat sunnah/tathawwu' yang juga perlu dikerjakan.

Sebaiknya dikerjakan di rumah
Nabi SAW bersabda :
Shalatlah wahai manusia di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baik shalat itu ialah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat fardlu. [HSR. Bukhari juz 1, hal. 178]

Boleh dikerjakan dengan berdiri, duduk maupun berbaring :
Dari 'Imron bin Hushain, Nabi SAW bersabda :
Jika (orang) shalat dengan berdiri, itu adalah yang paling baik/sempurna dan barangsiapa yang shalat dengan duduk, maka baginya setengah dari pahala yang berdiri, dan barangsiapa shalat dengan tiduran maka baginya setengah dari pahala yang duduk". [HSR. Bukhari juz 2, hal. 40]

Keterangan :
Shalat-shalat yang dimaksud dalam hadits ini adalah Shalat Sunnah, bukan shalat wajib,karena shalat wajib tidak boleh dikerjakan dengan duduk atau berbaring/tiduran kecuali ada sebab/’udzur yang dibenarkan oleh agama.

Sabda Nabi SAW :
Shalatlah dengan berdiri, jika tidak dapat maka shalatlah dengan duduk dan kalau tidak dapat, maka shalatlah dengan berbaring. [HR. Bukhari juz 2, hal. 41]

Sabtu, 02 November 2013

KISAH TENTANG KERJASAMA


Think Win-Win
Seekor kelinci sedang duduk santai di tepi pantai.
Tiba tiba datang seekor rubah jantan besar yang hendak memangsanya. Lalu kelinci itu berkata : "Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci. Yang kalah akan jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang."
Sang Rubah jantan merasa tertantang, "Dimanapun jadi, Masa sih kelinci bisa menang melawan aku ?"
Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci. Sepuluh menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam Setangkai paha rubah dan melahapnya dengan nikmat.
Sang Kelinci kembali bersantai, sambil memakai kaca mata hitam dan topi pantai.
Tiba tiba datang se-ekor serigala besar yang hendak memangsanya. Lalu kelinci berkata : "Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci. Yang kalah akan jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang."