Kamis, 22 November 2012

Konseling Traumatik pada Anak


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap orang tentu pernah mengalami peristiwa buruk atau luar biasa dalam hidupnya yang membekas bahkan meninggalkan trauma. Peristiwa itu membuat seseorang merasa terbelenggu karena sering kali mengusik pikiran dan perasaan walau peristiwa itu sudah terjadi lama. Inilah yang banyak diidentikkan sebagai bentuk trauma yang mendalam.
Jika trauma itu berlangsung sesaat tentu belum mengganggu. Jika berkepanjangan dan mengganggu aktivitas, sebaiknya segera dikonsultasikan ke psikolog, psikiater atau tenaga medis lain yang membantu menangani gangguan kejiwaan. Tidak mudah melakukan terapi untuk mengatasi trauma. Ada beberapa tahapan yang perlu dilewati.

Perkembangan kepribadian anak terbentuk sejak anak dilahirkan. Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dikenal oleh anak. Anak akan selalu memperhatikan apapun yang terjadi di sekitamya. Terutama sikap dan perlakuan setiap orang terhadap dirinya. ini terjadi rada bulan-bulan pertama kehidupannya. Setelah anak agak besar yaitu pada saat ia sudah mulai berpikir dan menangkap apa yang terjadi. bisa membedakan respon yang positif dan negatif, maka suasana keluarga menjadi suatu hal yang penting yang harus diperhatikan. Suasana keluarga ditentukan oleh kepribadian setiap anggotanya. Dan setiap anggota keluarga adalah unik sehingga suasana di dalam keluarga itu juga dipengaruhi oleh bagaimana cara setiap anggota keluarga merespon suasana dalam keluarganya. Suasana keluarga yang kacau atau teratur, kaku atau luwes, kompetitif atau kooperatif, konsisten atau tidak konsisten. ikut mempengaruhi perkembangan anak.
Suasana dalam keluarga yang membesarkan hati anggota keluarganya adalah suasana yang memberikan “kemerdekaan, respek. persamaan, standar yang realistik, kepercayaan, disiplin yang konsisten, memberikan semangat, kesempatan mengutarakan perasaan dan adanya kerjasama”. Sebaliknya suasana keluarga yang mengecilkan hati adalah suasana keluarga yang ditandai oleh sikap orang tua yang terlalu melindungi anak, memanjakan, menolak, otoriter, mengasihi, permisif, standar yang memberatkan anak, mengasihi, disiplin yang tidak konsisten, melemahkan, menolak perasaan anak dan persaingan. Tentu saja suasana keluarga yang berbeda mi dapat memberikan dampak yang berbeda pula kepada anak. Orang tua yang menghargai anak misalnya, maka si anak akan tumbuh menjadi anak yang hertanggungjawab atau orang tua yang menciptakan suasana keluarga yang penuh kepercayaan kepada anak, niaka akan tumbuh menjadi anak yang percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah. Sebaliknva orang tua yang merasa kasihan kepada anaknya, maka si anak akan tumbuh menjadi manusia yang selalu merasa kasihan terhadap dirinva sendiri atau jika orang tua terlalu memanjakan anak maka akan menjadi anak yang tidak bertanggungjawab.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah latar belakang pada sampel  kasus tersebut?
2.      Apa saja identifikasinya kasus pada sampel  tersebut?
3.      Bagaimana Prognosis yang bisa diberikan untuk menangani sampel kasus tersebut ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengerti latar belakang kasus yang terjadi pada sampel secara keseluruhan.
2.      Mengetahui apa saja identifikasi yang bisa dilihat pada sampel kasus.
3.      Mengetahui apa saja prognosis yang bisa dilakukan untuk menangani kasus pada sampel .

D.    Manfaat.
            Dengan mempelajari konseling traumatik kita dapat membantu individu yang bermasalah,yang kaitannya  dengan pengalaman traumatiknya. Melalui tahapan-tahapan yang sesuai untuk menangani individu tersebut dimulai dari merumuskan latar belakang munculnya permasalahan trauma, indentifikasi gejala-gejala yang nampak pada individu yang bisa diamati, dan prognosis yang bisa diberikan untuk menangani permasalahan traumatik pada individu tersebut. Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut kami berharap dapat memberikan bantuan yang tepat untuk menangani individu yang mengalami trauma sehingga pengalaman trauma yang dihadapi tidak sampai menghambat proses perkembangan individu tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Konseling Traumatik pada Anak
Tidak ada cara yang paling benar untuk membimbing seorang anak Namun secara umum. orang tua harus konsisten dalam melakukan untuk membimbing dan mengendalikan perilaku anak adalah berusaha untuk memecahkan masalah secara kreatif. yaitu dengan memberikan alasan kepada anak, diharuskan atau tidak diperbolehkan melakukan suatu tidakan. dengan memberikan nasehat, berusaha memahami tingkah laku yang tidak benar yang di lakukan anak. mengurangi rasa takut anak. Membentuk keberanian, menanamkan sikap mandiri kepada anak. mempunyai rasa percaya diri dalam memelihara anak. membantu berpikir positif. mengembangkan kemampuan khusus. mengawasi anak dalam mencoba sesuatu. dan melatih anak menerima kegagalan.
Kehidupan keluarga yang serasi dan harmonis itulah yang sangat mendukung perkembangan anak yang baik. Namun suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi bisa menimbulkan pengaruh buruk pada anak-anak. Contoh yang sangat jelas adalah bila kedua orang tua mempunyai masalah di dalam hubungan perkawinan mereka. sehingga anak akan mengalami tekanan, tekanan dalam hidupnya atau suatu bentuk ketidakpuasan dalam dirinya. Yang pada akhirva melakukan tindakan atau perilaku destruktif sebagai rasa ketidakpuasan dalam dirinya akibat dari hubungan orang tuanya yang mengalami perceraian.
Perceraian sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan jiwa anak yang sedang rnembutuhkan kasih sayang dan perhatian dan membuat ketidakstabilan emosi anak. karena dalam hal inipun orang tua tidak sempat untuk memberikan perhatian. kasih sayang yang didambakan anak. karena sibuk dengan permasalahan yang membuat waktunya. tenaga serta pikirannya tersita memikirkan hal tcrsebut. Hal inilah yang akan membawa anak pada perilaku destruktif yang melanggar norma dan aturan dalam masyarakat dan hal inipun akan menjadi masalah besar bagi orang tua.
Perilaku destruktif merupakan tingkah laku yang dianggap sebagai tidak cocok. melanggar norma dan adat istiadat. atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum atau penyimpangan tingkah laku atau perilaku destruktif atau patologis (Kartini Kartono. 1999. 2)
Senada dengan Kartini Kartono. Sumadi Suryabrata (1998) memandang Perilaku destruktif merupakan tingkah laku atau reaksi organisme sebagat keseluruhan terhadap perangsang dari luar yang menyimpang. Reaksi tersebut terdiri dari gerakan—gerakan dan perubahan jasmani tertentu, Jadi dapat diamati secara obvektif.
B.     Latar Belakang Kasus
Seorang anak bernama Sophi, kelas VII disebuah SMP swasta menunjukkan gejala-gejala selalu gemetar jika ada yang berbicara terlalu keras, meski itu bukan berbicara kepadanya. Bahkan jika ada seseorang yang tidak sengaja membentaknya, Sophi gemetar dan berkeringat dingin. Sudah 4 tahun ini Sophi mengalami hal itu.
Kejadian ini berawal ketika orang tua Sophi masih bersama, saat orang tuanya menjelang perceraian orang tua Sophi jadi uring-uringan dan sering memarahi Sophi, padahal selama ini Sophi termasuk anak yang dimanja dan disayang, jadi hal yang kasar termasuk barang baru bagi Sophi. Sebulan setelah perceraian, Sophi berubah, dari anak yang manja dan ceria menjadi anak yang murung dan mudah kaget, bahkan waktu ada orang yang berteriak ke arahnya, dia menangis dan gemetar. Dengan ayah dan ibunyanya sekarang dia takut sekali, oleh karena itu Sophi sekarang tinggal dengan neneknya.
C.    Identifikasi
Dari pengalaman traumatik yang telah dijelaskan pada latar belakang kasus, dapat diketahui bahwa gejala yang nampak pada Sophi adalah :
·         Sophi mudah takut saat mendengar teriakan
·         Sophi gemetar dan menangis jika ada yang membentaknya atau memarahinya
·         Sering menyendiri di kamar dan mengunci pintu
·         Menangis histeris saat ayah maupun ibunya menjenguknya
·         Menutup diri dan selalu membawa boneka Teddy Bear kemana-mana

D.    Prognosis
Dari identifikasi gejala yang dialami Sophi, maka dapat diambil langkah-langkah penanganan yang dapat dilakukan seperti berikut :
·         Di sekolah, baik guru mata pelajaran maupun konselor harus memperlakukan Sophi secara halus, misalnya jika Sophi melakukan kesalahan, guru menasihati Sophi dengan kata-kata yang tidak terkesan memarahi
·         Dalam membimbing Sophi guru banyak memberikan penguatan-penguatan positif kepada Sophi untuk membangun kepercayaan diri Sophi lagi.
·         Guru pembimbing membantu Sophi agar bisa menerima segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri sendiri secara positif.
·         Guru Pembimbing memberikan layanan bimbingan konseling dengan metode permainan yang diharapkan dapat membuat Sophi kembali ceria
·         Sophi diajak untuk membentuk kelompok-kelompok belajar agar tidak selalu menyendiri
·         Sophi diikutsertakan dalam study tour/rekreasi yang diadakan oleh sekolah, sehingga Sophi belajar berinteraksi dengan teman-teman dan gurunya.
·         Guru pembimbing melalukan Home visit yang bertujuan mengkomunikasikan keadaan Sophi yang sebenarnya kepada orangtua, sehingga orangtua dapat mengerti keadaan Sophi dan berusaha membangun hubungan yang baik dengan anaknya.

E.     Komentar
Banyaknya kasus perceraian di kalangan keluarga ini, karena tidak adanya komunikasi dan kontrol antara anggota keluarga mereka. Setiap orang dapat tcrpengaruh oleh perilaku lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga yang baik adalah bilamana dapat mengawasi. Mengoreksi, dan mcmperbaiki berbagai bentuk penyimpangan anggota keluarganya. Misalnya, anak yatim yang hidup tidak seperti anak kebanyakan, akan memiliki kebebasan berbuat berdasarkan pengalamannya. Apabila kelak dia berkeluarga. dia akan bebas mengambil keputusan, termasuk didalamnya memutuskan cerai. Dia merasa tidak ada yang mengawasi dirinya sebagaimana ketika masih sendiri, tanpa orang tua, dimana segala keputusannya dianggap tidak akan mengakibatkan perpecahan maupun pengusiran bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Hetherington mengadakan penelitian terhadap anak-anak berusia 4 tahun pada saat kedua orang tuanya bercerai. Peneliti itu ingin mcnyelidiki apakah kasus perceraian itu akan membawa pengaruh bagi anak usia di bawah 4 tahun dan di atas 4 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus perceraian itu akan membawa trauma pada setiap tingkat usia anak, meski kadar berbeda. Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara penyelesaian berbeda. Kelompok anak yang belum berusia sekolah pada kasus saat ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri bila ia menghadapi masalah dalam hidupnva. Ia menangisi dirinya. Umumnva anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Ia tidak akrab dengan orang tuanya, anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan. Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada saat terjadinya kasus perceraian memberi reaksi lain.
Kelompok anak ini tidak lagi menyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi keluarga dan merasa cemas karena ditinggalkan salah satu orang tuanya. Dan jika perceraian dalam keluarga itu terjadi saat anak menginjak usia remaja, mereka mencari ketenangan, entah di tetangga, sahabat atau teman sekolah.
Kasus perceraian membawa akibat yang sangat mendalam, menimbulkan ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, rasa tertekan, sering marah-marah dan tercipta perasaan yang tidak menentu.Kasus perceraian juga dapat menghambat perkembangan anak, terganggunya pergaulan dengan teman sebaya, anak berkembang tidak stabil terutama ketika bergaul dengan teman-temannva, kurang imajinatif dan daya kreatif kurang.
            Menurut kelompok kami layanan yang tepat diberikan adalah layanan konseling individual dan bimbingan kelompok. Dengan layanan konseling individual, bertujuan memberikan pemahaman kepada Sophi tentang pentingnya membangun kepercayaan diri.  . Yaitu dengan membantu: mengenal diri sendiri dan lingkungannya sebagaimana adanya, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif, mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri dan mewujudkan diri sendiri.
            Sedangkan pemberian batuan melalui layanan bimbingan kelompok yaitu mengelompokkan Sophi kedalam kelompok-kelompok belajar tertentu (Agar Sophi dapat belajar dalam suasana kebersamaan dengan teman-temannya), dalam kelompok tersebut diharapkan Sophi dapat ikut berperan serta untuk bisa menyampaikan ide dan pedapatnya dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Dinamika kelompok tersebut  dirancang untuk memberikan kenyamanan bagi setiap anggota kelompok untuk bisa berinteraksi secara bebas tanpa ada rasa tertekan.  Dalam pelaksanaan kelompok belajar tersebut menggunakan metode permainan, sehingga suasana yang terbangun sangat kondusif untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi setiap anggotanya. Dengan metode tersebut Sophi akan belajar memahami diri dan lingkungannya, sehingga Sophi dapat mengaktualisakan potensi dirinya dalam kelompok tersebut.

BAB III 
PENUTUP

A.KESIMPULAN
            Perceraian sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan jiwa anak yang sedang rnembutuhkan kasih sayang dan perhatian. Perceraian juga  membuat ketidakstabilan emosi pada anak. Anak yang berada dalam keluarga yang tidak harmonis apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat bisa mengalami berbagai macam permasalahan. Seperti yang dialami Sophi dalam sampel kasus yang kami teliti. Disini Sophi mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hidupnya, dimana dia menjadi imbas dari ketidakharmonisan orangtuanya, pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan tersebut terakumulasi secara terus menerus tanpa mendapat penanganan sehingga menyebabkan trauma yang mendalam. Akibatnya Sophi mulai menarik diri dari lingkungan pergaulannya dan menunjukkan gejala-gejala trauma seperti yang telah dijelaskan diatas, Dengan mengetahui gejala-gejala tersebut, guru pembimbing mengambil langkah penanganan yang sesuai untuk kasus Sophi. Setelah melakukan prognosis guru pembimbing mengambil langkah untuk memberikan layanan bantuan yang tepat untuk menangani kasus Sophi. Dengan penanganan yang sesuai diharapkan Sophi dapat mengatasi permasalahan traumatiknya sehingga tidak menghambat proses perkembangannya dalam mengaktualisasi segala potensi yang dimiliki. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar